Thursday, June 11, 2015

RESTORASI GIGI SULUNG ANTERIOR RAHANG ATAS DENGAN KEHILANGAN DUA PERTIGA MAHKOTA KARENA KARIES


Early childhood caries (ECC) adalah penyakit gigi yang terjadi pada anak-anak. American Academy of Pediatric Dentistry mendefenisikan ECC sebagai adanya satu atau lebih gigi berlubang, kehilangan gigi (karena karies), atau permukaan gigi yang telah direstorasi pada gigi sulung anak berusia 71 bulan atau lebih muda (Chunawalla, Y., dkk, 2011).
Karies atau gigi berlubang merupakan penyakit infeksi yang umum di dunia dan ditemukan pada 95% jumlah penduduk dunia. ECC merupakan penyakit kronis yang umum pada anak-anak dunia. Prevalensi ECC di Indonesia mencapai sekitar 90% dari populasi anak balita di Indonesia. Pada anak prasekolah usia 4-5 tahun dilaporkan sebesar 90,5% di perkotaan dan 95,9% di pedesaan. Jenis karies gigi sulung umumnya terjadi adalah karies rampan dan karies botol (Fitriani, 2007).
Gigi sulung yang paling sering mengalami kasus ECC adalah gigi anterior maksila dan gigi molar pertama maksila dan mandibula. Gigi sulung anterior maksila yang mengalami ECC biasanya mengalami lesi karies yang dalam, melibatkan pulpa, dan mengakibatkan hilangnya insisal hingga bagian koronal gigi (Chunawalla, Y., dkk, 2011).
Kesehatan rongga mulut pada anak dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang, fungsi bicara, estetis, kehidupan mereka, perilaku sosial, kepercayaan diri anak, produktivitas serta kualitas hidup anak dan dapat berlanjut ke alam dewasa. ECC dapat mengurangi kualitas hidup seorang anak; mereka merasakan sakir, ketidaknyamanan, profil wajah yang tidak harmonis, infeksi akut serta kronik, gangguan makan dan tidur, Anak balita yang mengalami ECC tidak selalu mengalami kesakitan, tetapi dapat dilihat dari manifestasi akibat nyeri dari karies itu dengan terjadi perubahan kebiasaan makan dan tidur anak, hal ini disebabkan karena anak kecil belum mampu untuk menyatakan perasaan sakit dengan tepat. Walaupun nyeri dan infeksi mungkin menjadi efek primer dari karies, kondisi kesehatan umum anak-anak tersebut juga dapat terpengaruh. Gigi sulung yang mengalami karies juga merupakan suatu indikator untuk terjadinya lagi karies pada gigi permanen (Sheiham A., 2005).
Perawatan yang paling sering dilakukan pada ECC gigi sulung anterior sebelumnya adalah pencabutan gigi. Namun, tindakan pencabutan gigi sulung menyebabkan kehilangan prematur gigi insisif sulung. Kehilangan prematur berakibat pada proses bicara yaitu mengganggu pengucapan dari konsonan dan bunyi-bunyi labial, mengurangi efisiensi pengucapan, menyebabkan kebiasaan abnormal lidah, berpotensi menyebabkan maloklusi, dan masalah psikologis jika estetik diperhitungkan oleh pasien (Usha M. dkk., 2007).
Restorasi gigi dengan kehilangan hingga dua pertiga mahkota atau lebih adalah pekerjaan yang menyulitkan karena retensi restorasi hanya tersisa sedikit. Pekerjaan ini sudah mejadi tantangan untuk dokter gigi sejak dulu. Pada penemuan materi restorasi terakhir, teknik penempatan, desain preparasi, dan prosedur adesif sudah memfasilitasi restorasi gigi anterior maksila dengan kehilangan dua pertiga mahkota dengan cukup baik (Grewal N. dan Seth R., 2008). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa retensi tambahan dengan pasak inti yang didahului perawatan saluran akar dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini (Chunawalla, Y., dkk, 2011).
Kehilangan dua pertiga bagian gigi sulung akan melibatkan pulpa sehingga memerlukan perawatan saluran akar dan bahan pengisi saluran akar. Perawatan saluran akar dan pengisian saluran akar yang diikuti dengan pemasangan mahkota adalah pilihan perawatan yang umum dilakukan pada kasus-kasus tersebut (Kumar R. dan Sinha A., 2014). Pasak inti diberikan untuk menggantikan sisa stuktur koronal gigi dan memberikan retensi dan resistensi yang dibutuhkan untuk restorasi final, Pasak dibagi manjadi dua tipe dasar; readymade dan custom-made (Musani I., dkk., 2011).
Salah satu hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam rekonstruksi gigi sulung adalah resobsi fisiologis akar. Oleh karena itu, pada banyak kasus, dokter gigi mempertimbangkan setidaknya 3 mm dari sisa akar sudah cukup untuk mendapatkan retensi dan resistensi dari restorasi (Eshghi A., dkk., 2011). Panjang pasak inti sebesar sekitar 3 mm dan hanya menempati sepertiga servikal dari saluran akar tidak mengganggu resobsi akar gigi sulung dan erupsi gigi permanen (Kumar R. dan Sinha A., 2014).

Berikut adalah beberapa teknologi kedokteran gigi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.


Perawatan Saluran Akar Gigi Sulung

Kehilangan dua pertiga bagian gigi sulung akan melibatkan pulpa sehingga memerlukan perawatan saluran akar dan bahan pengisi saluran akar. Perawatan saluran akar dan pengisian saluran akar yang diikuti dengan pemasangan mahkota adalah pilihan perawatan yang umum dilakukan pada kasus-kasus tersebut (Rajesh K. dan Sinha A., 2014).
Bahan pengisi saluran akar pada gigi sulung berbeda dengan gigi permanen. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan gigi-geligi, perbedaan anatomi dan fisiologi gigi, adanya resorbsi akar, dan kesulitan memperoleh gambaran radiologi yang memadai di sekitar apeks gigi sulung.
Kriteria ideal untuk bahan pengisi saluran akar pada gigi sulung adalah:
1.    Bahan tersebut harus dapat diresorbsi seiring dengan resorbsi fisiologi akar gigi sulung;
2.    Tidak berbahaya bagi jaringan periapikal dan benih gigi permanen;
3.    Melekat dengan baik pada dinding saluran akar dan tidak mengkerut;
4.    Mudah diaplikasikan dan dapat dibuang dengan mudah bila diperlukan;
5.    Memiliki sifat antiseptik, radioopak serta tidak menyebabkan perubahan warna gigi;
6.    Bahan tersebut juga harus dapat diresorbsi dengan cepat bila terdorong masuk melampaui panjang akar gigi;
7.    Dapat mengeras dalam waktu yang lama.
(Barja-Fidalgo, F. dkk., 2011)
       Bahan pengisi saluran akar pada gigi sulung yang umum digunakan adalah sebagai berikut :
a.         Pasta zinc oksida eugenol
Merupakan bahan pengisi saluran akar yang paling banyak digunakan. Pasta ini diberikan untuk pengisian pada gigi yang tidak memperlihatkan gejala klinis atau simptom infeksi. Tingkat keberhasilan bahan ini cukup tinggi, baik digunakan sendiri atau ditambahkan dengan bahan fiksatif lain. Untuk memudahkan pengisian, bahan tersebut diaduk hingga mencapai konsistensi yang cukup encer untuk bisa masuk ke dalam saluran akar, namun harus berhati-hati agar tidak terjadi overfilling. Sebaliknya, pasta yang terlalu kental menyulitkan obturasi dan menyebabkan underfilling (Barja-Fidalgo, F. dkk., 2011).
b.        Iodoform
Iodoform merupakan bahan yang dicampurkan dengan camphor, parachlorophenol, dan menthol membentuk pasta. Pemakaian pasta tersebut dianjurkan karena secara klinis dan radiografis perawatan pulpektomi dengan bahan tersebut memperlihatkan hasil yang baik. Penelitian yang dilakukan juga memperlihatkan bahwa pemakaian pasta idodoform efektif sebagai bahan pengisi saluran akar pada gigi sulung yang terinfeksi dan disertai dengan pembentukan abses (Estrella, C. dkk., 2006).
c.    Kalsium hidroksida
Kalsium hidroksida sering digunakan dalam perawatan resorbsi dan perforasi akar. Kelebihannya yang berhubungan dengan kerapatan penutupan apeks adalah mudahnya cara penggunaan dan baik adaptasinya. Penggunaan pasta kalsium hidroksida dapat beradaptasi dengan baik pada dentin maupun permukaan guttap point. Kelebihan lain, penggunaannya dalam proses pengisian saluran akar dapat mengurangi kebocoran foramen apikal. Kekurangan utama kalsium hidroksida adalah tidak dapat menutup permukaan fraktur pada kasus injuri traumatik pada gigi vital. Oleh karena itu dibutuhkan pemakaian bahan tambahan yang dapat menjamin pulpa tidak terkontaminasi oleh bakteri terutama pada fase kritis penyembuhan. Pasta ini juga tidak terlihat secara radiografi dan tidak tahan lama, namun hal tersebut tidak menjadi masalah, mengingat masa retensi gigi sulung yang relatif pendek (Barja-Fidalgo, F. dkk., 2011).


Retainer Intrakanal untuk Gigi Sulung

Penempatan restorasi mahkota tidak selalu mudah pada kebanyakan kasus kehilangan dua pertiga mahkota. Diperlukan adanya pasak sebagai retensi pada kasus-kasus tertentu. Terdapat berbagai macam variasi pasak dari pasak cor konvensional yang dibuat sesuai keinginan sampai pasak buatan pabrik (Musani I., dkk., 2011). Macam-macam pasak yang dapat digunakan pada gigi sulung di antaranya :

1.        Custom cast post and core dan prefabricated metal post

Gambar 1. Insersi custom cast post and core
(Navit S., dkk., 2010)
Pasak buatan pabrik memiliki keuntungan murah, cepat, dan gampang digunakan (Bahuguna R. dkk., 2011). Kebanyakan pada penggunaan pasak cor atau pasak buatan pabrik yang merupakan bahan metal padat akan menahan tekanan lateral tanpa distorsi, tetapi menghasilkan tekanan yang tidak diingkan pada sisa dentin yang sedikit sehingga berpotensi menyebabkan fraktur akar (Musani I., dkk., 2011).




2.        Fibers post system
Fibers post system merupakan penemuan baru yang sudah digunakan sebagai retainer intrakanal, contohnya polyethylene fibers (ribbond), glass fibers, Kevlar fibers, vectran fibers. Kevlar fibers dibuat dari polyamide aromatik, menambah kekuatan tumbukan dari komposit tetapi estetik kurang dan penggunaannya terbatas. Vectran fibers adalah fiber sintetik yang dibuat dari polyester aromatik yang memiliki resisten yang baik dari abrasi dan kekuatan tumbukan, tetapi mahal dan tidak bisa digunakan. Penelitian pada polyethylene fiber sebagai pasak menunjukan elastisitas, translusen, adaptasi, ketahanan, resisten terhadap tarikan dan tumbukan yang baik. Selain polythilene fibers, glass fibre reinforced composite resin post (GFRC) adalah generasi baru dari fibers post yang dapat digunakan sebagai alternatif. GFRC memiliki kekuatan flekstural yang baik, mudah digunakan, dan dapat melekat pada tipe komposit apa saja (Chunawalla Y, dkk., 2011). Penggunaan fibers post system dapat dilakukan sebagai alternatif dari bahan-bahan tradisional sebagai manajemen ECC (Bahuguna R. dkk., 2011).




Gambar 2. Insersi fiber post system
               (Musani I., dkk, 2011)



3.        Omega loops
      Omega loops menggunakan bahan stainless steel yang dibentuk seperti omega pada jalan masuk saluran akar untuk merestorasi mahkota dengan materi kompomer (Kumar R. dan Sinha A., 2014).

Gambar 3. Insersi pasak omega loops
                         (Kumar R. dan Sinha A., 2014)




4.        Biological post
Biological post merupakan pasak yang murah, biokompatibel, dan memiliki estetik yang baik, namun membutuhkan ketersediaan bank gigi dan merupakan subjek studi baru untuk penelitian selanjutnya (Wadhwani K., 2013).


Restorasi Mahkota

      Penempatan mahkota dapat dilakukan dengan adanya penguatan retensi dari retainer intrakanal. Berbagai macam restorasi mahkora bisa dilakukan dengan penguatan retainer intrakanal di antaranya :
1.        Polycarbonate crowns
Polycarbonate crowns merupakan akrilik resin heat cured yang digunakan sebagai restorasi gigi sulung anterior. Estetiknya baik, namun tidak resisten terhadap kekuatan abrasif, dapat terjadi fraktur atau dislokasi. Tidak ada studi jangka panjang dari polycarbonate crowns tersedia (Lee J., 2002).
2.        Strip crowns (composite crowns)
Strip crowns yang menggunakan bentukan mahkota seluloid adalah metode yang popular digunakan untuk merestorasi gigi sulung anterior. Strip crowns memiliki estetik yang sangat baik dibandingkan bahan restorasi mahkota yang lain. Prosedurnya sudah banyak dikenal dan dideskripsikan. Teknik pemasangan strip crowns merupakan teknik yang sangat sensitif dan harus memperhatikan kelembaban dan kontrol perdarahan, preparasi gigi, aplikasi adhesif, dan penempatan resin komposit yang tepat. Kesalahan pada prosedur akan menyebabkan kegagalan perawatan (Lee J., 2002)
3.        Artglass crowns
Artglass crowns mengandung methacrylate multifungsi yang membentuk cross-linked, tiga polimer dimensional. Penelitian pada Artglass crowns menunjukkan bahwa bahan restorasi ini memiliki daya tahan dan estetik yang lebih baik daripada strip crowns, namun daya perlekatannya sangat kurang (Lee J., 2002).
4.        Biological crowns
Biological crowns memiliki estetik dan struktur seperti pada gigi natural serta biaya restorasi yang murah. Pada umumnya biological crowns sudah menyatu pada biological post. Dalam penerimaan biological restoration penting dipahami bahwa seleksi donor gigi dari saudara kandung adalah alternatif yang paling diterima selain dari bank gigi (Grewal N. dan Reeshu S., 2008).

Gambar 4. Pembentukan mahkota pasak biological 
                 restoration
     (Grewal N. dan Reeshu S., 2008)





Space Maintainer Geligi Anterior Anak
       Pada beberapa kasus, geligi anterior yang mengalami ECC akan mengalami karies yang meluas dan terjadi resobsi akar sehingga terjadi kegoyangan gigi. Gigi yang demikian tidak dapat direstorasi dan diindikasikan untuk dilakukan ekstraksi. Anak mengalami premature loss gigi sulung (tanggalnya gigi sulung sebelum waktunya) yang mengakibatkan terjadinya missing teeth. Apabila gigi anterior yang hilang akan mengakibatkan gangguan bicara dan estetik, sedangkan bila gigi kaninus sulung yang hilang akan dapat menyebabkan crowding anterior (Syarif W., 2011).
       Kehilangan gigi sulung sebelum waktunya yang diakibatkan oleh karies, yang dapat mengenai gigi anterior dan kaninus merupakan indikasi dari  space maintainer fungsional berupa removable partial denture (RPD). Apabila RPD sebagai space maintainer maka penggunaannya adalah sampai gigi tetap pengganti erupsi, sedangkan apabila sebagai gigi tiruan pengganti gigi yang hilang maka pemakaian seterusnya dengan melihat perubahan lengkung rahang yang terjadi (Syarif W., 2011).



Follow up pasca perawatan harus dilakukan untuk mengevaluasi diskolorisasi margin, perubahan warna, kehilangan restorasi, kekambuhan karies, retensi, resistensi, dan kondisi tumbuh kembang gigi, termasuk resobsi fisiologis akar gigi sulung dan erupsi gigi permanen. Follow up yang disarankan adalah setiap 3 bulan pasca perawatan (Grewal N. dan Reeshu S., 2008).




DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, M., Das, U.M., & Vishwanath. 2011. A Comparative Evaluation of Noninstrumentation Endodontic Techniques with Conventional ZOE Pulpectomy in Decidous Molars: An in Vivo Study. World Journal of Dentistry Vol. 2 (3).
Angela A. 2005. Pencegahan Primer pada Anak yang Beresiko Karies Tinggi. Majalah Kedokteran Gigi (Dent. J)  38(3):130-4.
Bahuguna, R., S. Abbas, T. Singh. 2011. Custom-Made Polyethylene Fiber-Reinforced Composite Resin Used as A Short Post for Pediatric Anterior Teeth.  Asian Jounal of Oral Health and Allied Sciences 1(1);31-4.
Barjo-Fidalho F., M. Moutinho-Ribeiro, M. A. A. Oliveira, B. Heliosa de Oliveira. 2011. A Systematic Review of Root Canal Filling Materials for Deciduous Teeth: Is There An Alternative for Zinc Oxide-Eugenol?. International Scholary Research Network Dentistry 1(1):1-7.
Baum, L. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Alih bahasa: Rasinta Tarigan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Chunawalla, Y., S, Zingade, B. Ahmed, E. Thanawalla. 2011. Glass Fibre Reinforced Composite Resin Post and Core In Decayed Primary Anterior Teeth – A Case Report. Int. Journal of Clinical Dental Science 2(1):55-9.
Clinical Affair Committee-Pulp Therapy Subcommitte. 2013. Guidleline on Pulp Therapi for Primary and Immature Permanent Teeth. American Academy of Pediatric Dentistry Reference Manual Vol. 3 (6).
Eshghi A., R. K. Esfahan, M. Khoroushi. 2011. A Simple Method for Reconstruction of Severely Damaged Primary Anterior Teerh. Dental Research Journal 8(4):221-6.
Estrella C., C R. Estrella, A. C. B. Hollanda, D. Decurcio, J. D. Pecora. 2006. Influence of Iodoform on Antimicrobial Potential of Calcium Hydroxide. J Appl Oral Sci 14(1):33-7.
Fitriani. 2007. Faktor Resiko Karies Gigi Sulung Anak (Studi Kasus Anak TK Islam Pangeran Diponegoro Semarang). Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.
Grewal N. dan R. Seth. 2008. Comparative In Vivo Evaluation Of Restoring Severely Mutilated Primary Anterior Teeth With Biological Post And Crown Preparation And Reinforced Composite Restoration. J Indian Soc Pedod Prevent Dent 1(1):141-8.
Grewal N. dan S. Reeshu. 2008. Biological Restoration: An Alternative Esthetic Treatment for Restoration of Severely Mutilated Primary Anterior Teeth. International Journal of Clinical Pediatric Dentistry 1(1):42-7.
Grossman, L. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta: Penerbit Buku Keokteran EGC.
Kidd, E.A.M. dan S.J. Bechal. 2002. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Alih bahasa: Narlan Sumawinata. Safrida Faruk. Jakarta: EGC.
Kumar R. dan A. Sinha. 2014. Restoration of Primary Anterior Teeth Affected by Earlu Childhood Caries Using Modified Omega Loops – A Case Report. Annals of Dental Specialty 2(1):24-6.
Lee, J.K. 2002. Restoration of Primary Anterior Teeth: Review of the Literature. Pediatric Dentistry 24(5):506-10.
Musani I., V. Goyal, A. Singh. 2011. Complete Management of A Mutilated Young Permanent Cenral Incisor. International Journal of Clinical Pediatric Dentistry 4(1):49-53
Shah, P., S. Naik, D. Shirol. 2012. Treatment of Mutilated Maxillary Primary Incisors: Two Case Reports. Int J Dent Cse Reports 2(1):92-6.
Sheiham, A. 2005. Oral Health, General Health and Quality of Life. Bulletin of the World Health Organization 83(9):644-5.
Syarif W. 2011. Penggunaan Removable Partial Dentures pada Anak. Prostiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Kedokteran Gigi IV Ikatan Prostodonsia Indonesia. Bandung: Universitas Padjajaran.
Togoo, R.A., Nasim V.S., Zakirulla, M., & Yaseen, S.M. 2012. Knowledge and Praktice of Pulp Therapy ini Decidous Teeth among General Dental Practitioners in Saudi Arabia. Annals of Medical and Health Science Research Vol. 2 (2).
Usha M., V. Depak, S. Venkat, M. Gargi. 2007. Treatment of Severely Mutilated Incisors: A Challenge to the Pedodontist. J Indian Soc Pedod Prevent Deny – Supplement 1(1):34-6.
Wadhwani, K. M. Hasija, B. Meena, D. Wadhwa, R. Yadav. 2013. Biological Restoration: Option of Reincarnation for Severely Mutilated Teeth. J European Journal of General Dentistry 2(1):62-6.



  










Thursday, November 20, 2014

Resiko Umum yang Dialami oleh Pengguna Alat Orthodontik Cekat


Menurut Prof. W. J. B Houston, alat orthodontik cekat adalah alat orthodontik dengan perlekatan pada gigi-geligi dan tekanan dari arah archwire atau auxillaris melalui perlekatan tersebut memungkinkan diperoleh kontrol yang tepat terhadap sifat dan arah tekanan yang dihasilkan.


Gambar 2.1 Komponen Alat Orthodontik Cekat (Kevin Cook Orthodontics Dictionary, 2014)
Komponen alat orthodontik terdiri dari bracket, band, archwire, elastics, o ring dan power chain (Williams, 2000).
  1. Bracket merupakan piranti alat orthodontik cekat yang melekat dan terpasang mati pada gigi-geligi, dimana berfungsi untuk menghasilkan tekanan yang terkontrol pada gigi-geligi.
  2. Band merupakan piranti alat orthodontik cekat yang terbuat dari baja antikarat tanpa sambungan. Band ini dapat diregangkan pada gigi-geligi untuk membuatnya cekat dengan sendirinya.
  3. Archwire merupakan piranti alat orthodontik cekat yang menyimpan energi dari perubahan bentuk dan suatu cadangan gaya yang kemudian dapat dipakai untuk menghasilkan gerakan gigi.
  4. Elastics dibuat dalam beberapa bentuk yang sesuai untuk penggunaan ortodonti, tersedia dalam berbagai ukuran dan ketebalan. Gaya yang diberikan oleh elastics menurun sangat cepat di dalam mulut sehingga harus selalu diganti pada saat kontrol perawatan. O ring adalah suatu pengikat elastis yang digunakan untuk merekatkan archwire ke bracket yang tersedia dalam berbagai warna yang membuat bracket jadi lebih menarik. Power chain terbuat dari tipe elastis yang sama dengan o ring elastis. Pada intinya, power chain seperti ikatan mata rantai dan ditempatkan pada gigi-geligi, bentuknya seperti pita yang bersambung dari satu gigi ke gigi yang lain.
(Williams, 2000).



Seperti perawatan gigi yang lain, perawatan orthodonsi cekat juga memiliki resiko dan komplikasi. Resiko yang disebutkan di bawah ini yang umum dialami oleh pengguna alat orthodontik cekat.

1. Oral Hygiene yang Memburuk
          Salah satu kerugian alat orthodontik cekat adalah sulit dibersihkan. Bagian-bagian alat orthodontic cekat yang menempel di gigi pasien sering menyulitkan pasien  dalam membersihkan rongga mulut. Pasien telah menyikat gigi tetapi masih terdapat sisa makanan yang tertinggal atau terselip di attachment ataupun wire. Oral hygiene menjadi lebih sulit untuk dijaga, debris melekat pada sekitar attachment dan penghilangannya menjadi lebih sulit dicapai (Mantiry S. dkk, 2013).
          Penggunaan alat orthodontik cekat akan menyebabkan perubahan lingkungan rongga mulut. Alat orthodontik cekat akan mengakibatkan akumulasi plak yang dapat meningkatkan jumlah dari mikroba dan perubahan komposisi dari mikrobial. Mikroba yang ada dalam plak di antaranya adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Perubahan lingkungan rongga mulut yang lain yaitu perubahan kapasitas buffer, keasaman pH, dan laju aliran saliva yang berdampak pada kondisi kesehatan rongga mulut (Lara-Carrillo E. dkk, 2010).

2. Karies

Peningkatan resiko karies selama perawatan terjadi oleh karena beberapa faktor, yaitu lesi awal sulit untuk dijangkau, penurunan kadar pH, peningkatan volume dental plak, dan peningkatan jumlah bakteri penyebab karies. Pengguna alat orthodontik cekat juga akan mengalami peningkatan laju aliran saliva. Lingkungan rongga mulut yang demikian  menguntungkan bagi mikroorganisme yaitu S. Mutans sehingga meningkatkan resiko karies (Lara-Carrillo E. dkk, 2010).
Karies umumnya terjadi pada permukaan gigi dan menjadi komplikasi utama pada perawatan orthodontik, berdampak 2% hingga 96% dari seluruh pengguna alat orthodontik cekat. Gigi insisiv lateral atas, kaninus atas, dan premolar bawah merupakan gigi yang umumnya mengalami karies. Namun demikian, gigi lain juga ikut terlibat dan gigi anterior lebih sering menunjukkan demineralisasi (Lau R. dan Wong R. dkk, 2006).

3. Inflamasi Gingiva


Alat orthodontik cekat akan mengakibatkan akumulasi plak yang dapat meningkatkan jumlah dari mikroba dan perubahan komposisi dari mikrobial. Retensi plak ini akan beresiko untuk terjadinya lesi white spot maka meningkatkan kerentanan terhadap karies dan infeksi periodontal. Bakteri plak pada gigi merupakan etiologi utama yang menyebabkan gingivitis yang merupakan tahap awal terjadinya kerusakan pada jaringan periodontal (Ay Z. dkk, 2007).  Hiperplasi gingiva dan resesi gingiva adalah hal yang umum terjadi pada perawatan orthodontik cekat (Lau R. dan Wong R. dkk, 2006).

Hiperplasi gingiva pada pengguna alat orthodontik cekat
(Lau R. dan Wong R, 2006)

Resesi gingiva pada pengguna alat orthodontik cekat
 (Lau R. dan Wong R, 2006)

5. Recurrent Apthous Stomatitis (RAS)
 Penggunaan alat ortodontik cekat merupakan salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya RAS. Perawatan ortodonti cekat banyak menggunakan komponen-komponen yang dapat menimbulkan trauma atau iritasi pada jaringan mulut. Hal ini bisa terjadi akibat pemasangan komponen ortodontik cekat yang kurang baik, seperti pada penggunaan kawat yang terlalu panjang atau komponen lain yang menyebabkan terjadinya trauma, misalnya archwire, ligature wire, loop dan sebagainya. RAS yang terjadi pada penderita yang menggunakan alat ortodonsi cekat timbul kemungkinan karena disebabkan oleh trauma, faktor emosi atau psikis. Penderita kadang mengalami stress berulang setiap selesai pengaktivasian alat ortodonsinya karena bracket yang tertekan terus menerus pada mukosa bibir menimbulkan peradangan atau pendarahan dibawah epitel yang menyebabkan lesi eksofilik tanpa fibrosis (Mintjelungan C. dkk, 2013).



DAFTAR PUSTAKA

Houston, W. J. B. 1976. Walther's Orthodontics Notes 3rd Edition. Bristol: John Wright & Sons Ltd. p.31-3, 43-7.
Kevin Cook Orthodontics Dictionary. 2014. Braces Components. http://cookortho.com/wp-content/uploads/2013/12/braces_components2.jpg [16 September 2014].
Lara-Carillo, E., Montiel-Bastida N., Sanchez-Perez L., Alanis-Tavira J. 2010. Effect of Orthodontic Treatment on Saliva, Plaque and the Levels of Streptococcus mutans and Lactobacillus. Med Oral Patol Oral Cil Bucal. 15(6):924-9.
Lau, R. dan Wong R.W. 2006. Risks and Complications in  Orthodontic Treatment. Hong Kong Dental Journal. 3(1):15-22.
Mantiry S. C., Wowor V. N. S., Anindita P. S. 2013. Status Kebersihan Mulut dan Status Karies Gigi Mahasiswa Pengguna Alat Ortodontik Cekat. Jurnal e-Gigi (eG). 1(1):1-7.
Mintjelungan C., Tambunan E., Umboh P. F. 2013. Gambaran Stomatitis Aftosa Rekuren pada Pengguna Alat Ortodonsi Cekat Mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Sam Ratulangi. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/egigi/article/download/3199/2741 [16 September 2014].
Mulla A. H. A., Kharsa S. A., Kjellberg H., Birkhed D. 2009. Caries Risk Profiles in Orthodontic Patients at Follow-Up Using Cariogram. Angle Orthodontist Journal. 79(2):323-30.
Syahra N.A. 2013. Perbandingan Ortodontik Plak Indeks Pada Pasien Pemakai Fixed Orthodontic Sebelum dan Sesudah Tooth Brush Instruction. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin. p.58-59.
Williams, J. K. 2000. Alat-alat ortodonsi cekat : Prinsip dan Praktik. Alih Bahasa:. Susetyo B dari An Introduction to Fixed Appliance 1992. Jakarta: EGC. p.23-5.