Early childhood caries
(ECC) adalah penyakit gigi yang terjadi pada anak-anak. American Academy of
Pediatric Dentistry mendefenisikan ECC sebagai adanya satu atau lebih gigi
berlubang, kehilangan gigi (karena karies), atau permukaan gigi yang telah
direstorasi pada gigi sulung anak berusia 71 bulan atau lebih muda (Chunawalla,
Y., dkk, 2011).
Karies atau gigi berlubang merupakan
penyakit infeksi yang umum di dunia dan ditemukan pada 95% jumlah penduduk
dunia. ECC merupakan penyakit kronis yang umum
pada anak-anak dunia. Prevalensi ECC di Indonesia mencapai
sekitar 90% dari populasi anak balita di Indonesia. Pada
anak prasekolah usia 4-5 tahun dilaporkan sebesar 90,5% di perkotaan dan 95,9%
di pedesaan. Jenis karies gigi sulung umumnya
terjadi adalah karies rampan dan karies botol (Fitriani, 2007).
Gigi
sulung yang paling sering mengalami kasus ECC adalah gigi anterior maksila dan gigi
molar pertama maksila dan mandibula. Gigi sulung anterior maksila yang
mengalami ECC biasanya mengalami lesi karies yang dalam, melibatkan pulpa, dan mengakibatkan
hilangnya insisal hingga bagian koronal gigi (Chunawalla, Y., dkk, 2011).
Kesehatan
rongga mulut pada anak dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang, fungsi bicara,
estetis, kehidupan mereka, perilaku sosial, kepercayaan diri anak,
produktivitas serta kualitas hidup anak dan dapat berlanjut ke alam dewasa. ECC
dapat mengurangi kualitas hidup seorang anak; mereka merasakan sakir,
ketidaknyamanan, profil wajah yang tidak harmonis, infeksi akut serta kronik,
gangguan makan dan tidur, Anak balita yang mengalami ECC tidak selalu mengalami
kesakitan, tetapi dapat dilihat dari manifestasi akibat nyeri dari karies itu
dengan terjadi perubahan kebiasaan makan dan tidur anak, hal ini disebabkan
karena anak kecil belum mampu untuk menyatakan perasaan sakit dengan tepat.
Walaupun nyeri dan infeksi mungkin menjadi efek primer dari karies, kondisi
kesehatan umum anak-anak tersebut juga dapat terpengaruh. Gigi sulung yang
mengalami karies juga merupakan suatu indikator untuk terjadinya lagi karies
pada gigi permanen (Sheiham A., 2005).
Perawatan
yang paling sering dilakukan pada ECC gigi sulung anterior sebelumnya adalah
pencabutan gigi. Namun, tindakan pencabutan gigi sulung menyebabkan kehilangan
prematur gigi insisif sulung. Kehilangan prematur berakibat pada proses bicara yaitu
mengganggu pengucapan dari konsonan dan bunyi-bunyi labial, mengurangi efisiensi
pengucapan, menyebabkan kebiasaan abnormal lidah, berpotensi menyebabkan
maloklusi, dan masalah psikologis jika estetik diperhitungkan oleh pasien (Usha
M. dkk., 2007).
Restorasi
gigi dengan kehilangan hingga dua pertiga mahkota atau lebih adalah pekerjaan
yang menyulitkan karena retensi restorasi hanya tersisa sedikit. Pekerjaan ini
sudah mejadi tantangan untuk dokter gigi sejak dulu. Pada penemuan materi
restorasi terakhir, teknik penempatan, desain preparasi, dan prosedur adesif
sudah memfasilitasi restorasi gigi anterior maksila dengan kehilangan dua
pertiga mahkota dengan cukup baik (Grewal N. dan Seth R., 2008). Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa retensi tambahan dengan pasak inti yang didahului
perawatan saluran akar dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini (Chunawalla,
Y., dkk, 2011).
Kehilangan
dua pertiga bagian gigi sulung akan melibatkan pulpa sehingga memerlukan
perawatan saluran akar dan bahan pengisi saluran akar. Perawatan saluran akar
dan pengisian saluran akar yang diikuti dengan pemasangan mahkota adalah
pilihan perawatan yang umum dilakukan pada kasus-kasus tersebut (Kumar
R. dan Sinha A., 2014). Pasak inti diberikan untuk menggantikan sisa stuktur
koronal gigi dan memberikan retensi dan resistensi yang dibutuhkan untuk
restorasi final, Pasak dibagi manjadi dua tipe dasar; readymade dan custom-made
(Musani I., dkk., 2011).
Salah satu hal penting
yang perlu dipertimbangkan dalam rekonstruksi gigi sulung adalah resobsi
fisiologis akar. Oleh karena itu, pada banyak kasus, dokter gigi
mempertimbangkan setidaknya 3 mm dari sisa akar sudah cukup untuk mendapatkan
retensi dan resistensi dari restorasi (Eshghi A., dkk., 2011). Panjang pasak
inti sebesar sekitar 3 mm dan hanya menempati sepertiga servikal dari saluran
akar tidak mengganggu resobsi akar gigi sulung dan erupsi gigi permanen (Kumar
R. dan Sinha A., 2014).
Berikut adalah beberapa
teknologi kedokteran gigi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
Perawatan Saluran Akar Gigi Sulung
Kehilangan dua pertiga
bagian gigi sulung akan melibatkan pulpa sehingga memerlukan perawatan saluran
akar dan bahan pengisi saluran akar. Perawatan saluran akar dan pengisian
saluran akar yang diikuti dengan pemasangan mahkota adalah pilihan perawatan
yang umum dilakukan pada kasus-kasus tersebut (Rajesh K. dan Sinha A., 2014).
Bahan
pengisi saluran akar pada gigi sulung berbeda dengan gigi permanen. Hal
tersebut dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan gigi-geligi, perbedaan
anatomi dan fisiologi gigi, adanya resorbsi akar, dan kesulitan memperoleh
gambaran radiologi yang memadai di sekitar apeks gigi sulung.
Kriteria ideal
untuk bahan pengisi saluran akar pada gigi sulung adalah:
1. Bahan
tersebut harus dapat diresorbsi seiring dengan resorbsi fisiologi akar gigi
sulung;
2. Tidak
berbahaya bagi jaringan periapikal dan benih gigi permanen;
3. Melekat
dengan baik pada dinding saluran akar dan tidak mengkerut;
4. Mudah
diaplikasikan dan dapat dibuang dengan mudah bila diperlukan;
5. Memiliki
sifat antiseptik, radioopak serta tidak menyebabkan perubahan warna gigi;
6. Bahan
tersebut juga harus dapat diresorbsi dengan cepat bila terdorong masuk
melampaui panjang akar gigi;
7. Dapat mengeras
dalam waktu yang lama.
(Barja-Fidalgo, F. dkk., 2011)
Bahan pengisi saluran akar pada gigi sulung yang umum digunakan
adalah sebagai berikut :
a.
Pasta zinc oksida eugenol
Merupakan
bahan pengisi saluran akar yang paling banyak digunakan. Pasta ini diberikan
untuk pengisian pada gigi yang tidak memperlihatkan gejala klinis atau simptom
infeksi. Tingkat keberhasilan bahan ini cukup tinggi, baik digunakan sendiri
atau ditambahkan dengan bahan fiksatif lain. Untuk memudahkan pengisian, bahan
tersebut diaduk hingga mencapai konsistensi yang cukup encer untuk bisa masuk
ke dalam saluran akar, namun harus berhati-hati agar tidak terjadi overfilling.
Sebaliknya, pasta yang terlalu kental menyulitkan obturasi dan menyebabkan underfilling
(Barja-Fidalgo, F. dkk., 2011).
b.
Iodoform
Iodoform merupakan
bahan yang dicampurkan dengan camphor, parachlorophenol, dan menthol
membentuk pasta. Pemakaian pasta tersebut dianjurkan karena secara klinis
dan radiografis perawatan pulpektomi dengan bahan tersebut memperlihatkan hasil
yang baik. Penelitian yang dilakukan juga memperlihatkan bahwa pemakaian pasta idodoform
efektif sebagai bahan pengisi saluran akar pada gigi sulung yang terinfeksi dan
disertai dengan pembentukan abses (Estrella, C. dkk., 2006).
c. Kalsium hidroksida
Kalsium
hidroksida sering digunakan dalam perawatan resorbsi dan perforasi akar.
Kelebihannya yang berhubungan dengan kerapatan penutupan apeks adalah mudahnya
cara penggunaan dan baik adaptasinya. Penggunaan pasta kalsium hidroksida dapat
beradaptasi dengan baik pada dentin maupun permukaan guttap point. Kelebihan
lain, penggunaannya dalam proses pengisian saluran akar dapat mengurangi
kebocoran foramen apikal. Kekurangan utama kalsium hidroksida adalah tidak
dapat menutup permukaan fraktur pada kasus injuri traumatik pada gigi vital.
Oleh karena itu dibutuhkan pemakaian bahan tambahan yang dapat menjamin pulpa
tidak terkontaminasi oleh bakteri terutama pada fase kritis penyembuhan. Pasta
ini juga tidak terlihat secara radiografi dan tidak tahan lama, namun hal
tersebut tidak menjadi masalah, mengingat masa retensi gigi sulung yang relatif
pendek (Barja-Fidalgo, F. dkk., 2011).
Retainer Intrakanal untuk Gigi Sulung
Penempatan
restorasi mahkota tidak selalu mudah pada kebanyakan kasus kehilangan dua
pertiga mahkota. Diperlukan adanya pasak sebagai retensi pada kasus-kasus
tertentu. Terdapat berbagai macam variasi pasak dari pasak cor konvensional
yang dibuat sesuai keinginan sampai pasak buatan pabrik (Musani I., dkk.,
2011). Macam-macam pasak yang dapat digunakan pada gigi sulung di antaranya :
1.
Custom cast post and core dan prefabricated metal
post
Gambar 1. Insersi
custom cast post and core
(Navit S., dkk.,
2010)
|
Pasak buatan pabrik memiliki keuntungan murah,
cepat, dan gampang digunakan (Bahuguna R. dkk., 2011). Kebanyakan pada
penggunaan pasak cor atau pasak buatan pabrik yang merupakan bahan metal padat
akan menahan tekanan lateral tanpa distorsi, tetapi menghasilkan tekanan yang
tidak diingkan pada sisa dentin yang sedikit sehingga berpotensi menyebabkan
fraktur akar (Musani I., dkk., 2011).
2.
Fibers post system
Fibers post
system merupakan penemuan
baru yang sudah digunakan sebagai retainer intrakanal, contohnya polyethylene fibers (ribbond), glass fibers,
Kevlar fibers, vectran fibers. Kevlar
fibers dibuat dari polyamide aromatik, menambah kekuatan tumbukan dari komposit
tetapi estetik kurang dan penggunaannya terbatas. Vectran fibers adalah fiber sintetik yang dibuat dari polyester
aromatik yang memiliki resisten yang baik dari abrasi dan kekuatan tumbukan,
tetapi mahal dan tidak bisa digunakan. Penelitian pada polyethylene fiber sebagai pasak menunjukan elastisitas,
translusen, adaptasi, ketahanan, resisten terhadap tarikan dan tumbukan yang
baik. Selain polythilene fibers, glass
fibre reinforced composite resin post (GFRC) adalah generasi baru dari fibers post yang dapat digunakan sebagai
alternatif. GFRC memiliki kekuatan flekstural yang baik, mudah digunakan, dan
dapat melekat pada tipe komposit apa saja (Chunawalla Y, dkk., 2011). Penggunaan
fibers post system dapat dilakukan
sebagai alternatif dari bahan-bahan tradisional sebagai manajemen ECC (Bahuguna
R. dkk., 2011).
3.
Omega loops
Omega loops menggunakan bahan stainless steel
yang dibentuk seperti omega pada jalan masuk saluran akar untuk merestorasi
mahkota dengan materi kompomer (Kumar
R. dan Sinha A., 2014).
Gambar 3. Insersi pasak omega loops
(Kumar R. dan
Sinha A., 2014)
|
4.
Biological post
Biological post merupakan pasak yang murah, biokompatibel,
dan memiliki estetik yang baik, namun membutuhkan ketersediaan bank gigi dan
merupakan subjek studi baru untuk penelitian selanjutnya (Wadhwani
K., 2013).
Restorasi Mahkota
Penempatan mahkota dapat
dilakukan dengan adanya penguatan retensi dari retainer intrakanal. Berbagai
macam restorasi mahkora bisa dilakukan dengan penguatan retainer intrakanal di
antaranya :
1.
Polycarbonate
crowns
Polycarbonate
crowns merupakan akrilik resin heat cured yang digunakan
sebagai restorasi gigi sulung anterior. Estetiknya baik, namun tidak resisten
terhadap kekuatan abrasif, dapat terjadi fraktur atau dislokasi. Tidak ada
studi jangka panjang dari polycarbonate
crowns tersedia (Lee J., 2002).
2.
Strip
crowns (composite crowns)
Strip crowns
yang menggunakan bentukan mahkota seluloid adalah metode yang popular digunakan
untuk merestorasi gigi sulung anterior. Strip
crowns memiliki estetik yang sangat baik dibandingkan bahan restorasi
mahkota yang lain. Prosedurnya sudah banyak dikenal dan dideskripsikan. Teknik
pemasangan strip crowns merupakan
teknik yang sangat sensitif dan harus memperhatikan kelembaban dan kontrol
perdarahan, preparasi gigi, aplikasi adhesif, dan penempatan resin komposit
yang tepat. Kesalahan pada prosedur akan menyebabkan kegagalan perawatan (Lee
J., 2002)
3.
Artglass
crowns
Artglass crowns
mengandung methacrylate multifungsi yang membentuk cross-linked, tiga polimer dimensional. Penelitian pada Artglass crowns menunjukkan bahwa bahan
restorasi ini memiliki daya tahan dan estetik yang lebih baik daripada strip crowns, namun daya perlekatannya
sangat kurang (Lee J., 2002).
4.
Biological
crowns
Biological
crowns memiliki estetik dan struktur seperti pada gigi
natural serta biaya restorasi yang murah. Pada umumnya biological crowns sudah menyatu pada biological post. Dalam penerimaan biological restoration penting dipahami bahwa seleksi donor gigi
dari saudara kandung adalah alternatif yang
paling diterima selain dari bank gigi (Grewal N. dan Reeshu S., 2008).
Gambar 4. Pembentukan mahkota pasak biological
restoration
(Grewal N. dan
Reeshu S., 2008)
|
Space Maintainer Geligi Anterior Anak
Pada
beberapa kasus, geligi anterior yang mengalami ECC akan mengalami karies yang
meluas dan terjadi resobsi akar sehingga terjadi kegoyangan gigi. Gigi yang
demikian tidak dapat direstorasi dan diindikasikan untuk dilakukan ekstraksi. Anak
mengalami premature loss gigi sulung (tanggalnya gigi sulung sebelum
waktunya) yang mengakibatkan terjadinya missing teeth. Apabila gigi
anterior yang hilang akan mengakibatkan gangguan bicara dan estetik, sedangkan
bila gigi kaninus sulung yang hilang akan dapat menyebabkan crowding
anterior (Syarif W., 2011).
Kehilangan
gigi sulung sebelum waktunya yang diakibatkan oleh karies, yang dapat mengenai
gigi anterior dan kaninus merupakan
indikasi dari space maintainer
fungsional berupa removable partial denture (RPD). Apabila
RPD sebagai space maintainer maka penggunaannya adalah sampai gigi tetap
pengganti erupsi, sedangkan apabila sebagai gigi tiruan pengganti gigi yang
hilang maka pemakaian seterusnya dengan melihat perubahan lengkung rahang yang
terjadi (Syarif W., 2011).
Follow
up
pasca perawatan harus dilakukan untuk mengevaluasi diskolorisasi margin,
perubahan warna, kehilangan restorasi, kekambuhan karies, retensi, resistensi,
dan kondisi tumbuh kembang gigi, termasuk resobsi fisiologis akar gigi sulung dan
erupsi gigi permanen. Follow up yang
disarankan adalah setiap 3 bulan pasca perawatan (Grewal N. dan Reeshu S.,
2008).
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal,
M., Das, U.M., & Vishwanath. 2011. A
Comparative Evaluation of Noninstrumentation Endodontic Techniques with
Conventional ZOE Pulpectomy in Decidous Molars: An in Vivo Study. World
Journal of Dentistry Vol. 2 (3).
Angela A. 2005. Pencegahan Primer pada Anak yang Beresiko Karies Tinggi. Majalah
Kedokteran Gigi (Dent. J) 38(3):130-4.
Bahuguna, R., S. Abbas, T. Singh.
2011. Custom-Made Polyethylene
Fiber-Reinforced Composite Resin Used as A Short Post for Pediatric Anterior
Teeth. Asian Jounal of Oral Health
and Allied Sciences 1(1);31-4.
Barjo-Fidalho F., M.
Moutinho-Ribeiro, M. A. A. Oliveira, B. Heliosa de Oliveira. 2011. A Systematic Review of Root Canal Filling
Materials for Deciduous Teeth: Is There An Alternative for Zinc Oxide-Eugenol?.
International Scholary Research Network Dentistry 1(1):1-7.
Baum, L. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Alih
bahasa: Rasinta Tarigan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Chunawalla, Y., S, Zingade, B.
Ahmed, E. Thanawalla. 2011. Glass Fibre
Reinforced Composite Resin Post and Core In Decayed Primary Anterior Teeth – A
Case Report. Int. Journal of Clinical Dental Science 2(1):55-9.
Clinical
Affair Committee-Pulp Therapy Subcommitte. 2013. Guidleline on Pulp Therapi for Primary and Immature Permanent Teeth.
American Academy of Pediatric Dentistry Reference Manual Vol. 3 (6).
Eshghi A., R. K. Esfahan, M.
Khoroushi. 2011. A Simple Method for
Reconstruction of Severely Damaged Primary Anterior Teerh. Dental Research
Journal 8(4):221-6.
Estrella C., C R. Estrella, A. C. B.
Hollanda, D. Decurcio, J. D. Pecora. 2006. Influence
of Iodoform on Antimicrobial Potential of Calcium Hydroxide. J Appl Oral
Sci 14(1):33-7.
Fitriani. 2007. Faktor Resiko Karies Gigi Sulung Anak (Studi Kasus Anak TK Islam
Pangeran Diponegoro Semarang). Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.
Grewal N. dan R. Seth. 2008. Comparative In Vivo Evaluation Of Restoring
Severely Mutilated Primary Anterior Teeth With Biological Post And Crown
Preparation And Reinforced Composite Restoration. J Indian Soc Pedod
Prevent Dent 1(1):141-8.
Grewal N. dan S. Reeshu. 2008. Biological Restoration: An Alternative
Esthetic Treatment for Restoration of Severely Mutilated Primary Anterior Teeth.
International Journal of Clinical Pediatric Dentistry 1(1):42-7.
Grossman,
L. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek.
Jakarta: Penerbit Buku Keokteran EGC.
Kidd,
E.A.M. dan S.J. Bechal. 2002. Dasar-Dasar
Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Alih bahasa: Narlan Sumawinata.
Safrida Faruk. Jakarta: EGC.
Kumar R. dan A. Sinha. 2014. Restoration of Primary Anterior Teeth
Affected by Earlu Childhood Caries Using Modified Omega Loops – A Case Report.
Annals of Dental Specialty 2(1):24-6.
Lee, J.K. 2002. Restoration of Primary Anterior Teeth: Review of the Literature.
Pediatric Dentistry 24(5):506-10.
Musani I., V. Goyal, A. Singh. 2011.
Complete Management of A Mutilated Young
Permanent Cenral Incisor. International Journal of Clinical Pediatric
Dentistry 4(1):49-53
Shah, P., S. Naik, D. Shirol. 2012. Treatment of Mutilated Maxillary Primary
Incisors: Two Case Reports. Int J Dent Cse Reports 2(1):92-6.
Sheiham, A. 2005. Oral Health, General Health and Quality of
Life. Bulletin of the World Health Organization 83(9):644-5.
Syarif W. 2011. Penggunaan Removable Partial Dentures pada Anak. Prostiding
Pertemuan Ilmiah Ilmu Kedokteran Gigi IV Ikatan Prostodonsia Indonesia.
Bandung: Universitas Padjajaran.
Togoo,
R.A., Nasim V.S., Zakirulla, M., & Yaseen, S.M. 2012. Knowledge and Praktice of Pulp Therapy ini Decidous Teeth among General
Dental Practitioners in Saudi Arabia. Annals of Medical and Health Science
Research Vol. 2 (2).
Usha M., V. Depak, S. Venkat, M.
Gargi. 2007. Treatment of Severely
Mutilated Incisors: A Challenge to the Pedodontist. J Indian Soc Pedod
Prevent Deny – Supplement 1(1):34-6.
Wadhwani,
K. M. Hasija, B. Meena, D. Wadhwa, R. Yadav. 2013. Biological Restoration:
Option of Reincarnation for Severely Mutilated Teeth. J European Journal of
General Dentistry 2(1):62-6.
No comments:
Post a Comment